Chicken Nugget
(untuk 24 buah)
siapa yang tak kenal dengan nugget..
hmm. rasanya yang nikmat, klo kita melahapnya di saat cuaca dingin...
hmmmmm... gimana kalau kita mempelajari cara membuatnya. caranya seh ga susah amat, let's practice!!!
Bahan :
300 gr daging ayam giling
50 gr keju cheddar parut
2 butir telur dikocok lepas
¼ sendok teh garam
¼ sendok teh merica bubuk
4 siung bawang putih, haluskan
Bahan panir :
100 gr tepung roti
2 butir telur kocok lepas
minyak untuk menggoreng
Cara membuat :
1.Aduk rata daging ayam giling, keju parut, telur, garam, merica, dan bawang putih.
2.Tuang ke dalam loyang persegi 20 cm yg diolesi minyak kemudian dialasi plastik.
3.Kukus nugget selama 20 menit. Angkat. Setelah dingin potong 2 x 2 cm.
4.Celupkan potongan nugget ke dalam telur lalu gulingkan di tepung roti. Lakukan 2kali.
5.Goreng dalam minyak panas sampai matang.
Nugget Ikan
Bahan :
350 gr daging ikan kakap
100 grkeju cheddar parut
3 butir telur
1 sdt garam
½ sdt merica bubuk
50 gr tepung roti
3 sdm bawang goreng
Bahan pelapis :
2 butir telur
100 gr cornflake, diremas-remas
2 sdm wijen
minyak untuk menggoreng
Cara membuat :
1.Blender ikan kakap di blender Philips.
2.Aduk rata daging ikan kakap, keju, telur, garam, merica, tepung roti, susu, dan bwang goreng.
3.Tuang ke dalam loyang persegi 22 x 12 x 4 yg dilapisi plastik.
4.Kukus sampai matang. Potong-potong 2 x 4 cm
5.Celup ke dalam telur lalu gulingkan di campuran wijen dan cornflake.
6.Goreng sampai renyah.
NUGGET
Bahan:
125 gr daging cincang (bisa cincang ayam/sapi/ikan/udang/kepiting
rajungan)
1 lembar roti tawar (lebih baik yg whole wheat bread/roti gandum)
1 bh wortel (diparut)
1 butir telur (dikocok lalu bagi dua)
bw bombay (sesuai selera)
keju parut (sesuai selera)
garam
merica
tepung panir
minyak utk menggoreng
Cara membuat:
- Hancurkan roti tawar sampai halus seperti serpihan (paling gampang sih dihancurkan pake blender chopper) lalu tambahkan cincang ayam + wortel + bawang bombay + keju parut + setengah bagian telur + garam + merica, aduk rata.
- Bentuk nugget sesuai selera lalu celupkan dalam telur (sisanya) lalu gulingkan dengan tepung panir.
- Goreng nugget sampai kuning kecoklatan. Nugget siap dihidangkan.
Untuk variasi, wortel bisa diganti bayam atau sawi putih atau toge. Dan bisa juga nugget diisi potongan keju supaya rasanya makin sedaaap.
Cari Blog Ini
Selasa, 09 November 2010
Sabtu, 06 November 2010
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara disebut “Mega Biodiversity” setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia, yang mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Secara total keanekaragaman hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350 jenis flora dan fauna. Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka margasatwa,taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan tertinggi di dunia, jauh lebih tinggi daripada keanekaragaman sumber daya hayati di Amerika maupun Afrika tropis, apalagi bila dibandingkan dengan daerah beriklim sedang dan dingin.
Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan ditaksir sebanyak 25.000 jenis atau lebih dari 10 persen dari flora dunia. Lumut dan ganggang ditaksir jumlahnya 35.000 jenis. Tidak kurang dari 40 persen dari jenis-jenis ini merupakan jenis yang endemik atau jenis yang hanya terdapat di Indonesia saja dan tidak terdapat di tempat lain di dunia.
Dari sekian banyak jenis-jenis tumbuhan yang ada sebagian besar terdapat di kawasan hutan tropika basah, terutama hutan primer, yang menutup sebagian besar daratan Indonesia. Hutan ini mempunyai struktur yang kompleks yang menciptakan lingkungan sedemikian rupa sehingga memungkinkan beranekaragam jenis dapat tumbuh di dalamnya. Dari sekian banyak jenis tumbuhan yang ada banyak terdapat di dalamnya jenis-jenis yang kisaran ekologinya sama tetapi banyak pula yang berbeda. Jenis-jenis tertentu mempunyai kisaran penyebaran yang luas dan menduduki berbagai macam habitat dan seirama dengan itu pula jenis semacam ini biasanya mempunyai variabilitas genetika yang tinggi.
Dari keanekaragaman sumber daya hayati di hutan primer tersebut tidak hanya terbatas pada jenis tumbuhan berkayu, namun juga ditumbuhi oleh beranekaragam tumbuhan bawah yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi. Tumbuhan bawah juga menjadi salah satu bagian dari fungsi hutan. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang sangat tinggi menyebabkan adanya kemungkinan masih banyak jenis-jenis tumbuhan bawah lainnya yang belum teridentifikasi, sehingga kita tidak mengetahui dengan jelas bagaimana keanekaragaman tumbuhan bawah yang sebenarnya.
Dalam hal melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis tumbuhan bawah yang juga merupakan bagian dari keanekaragaman sumber daya alam hayati maka perlu dilakukan pengukuran-pengukuran, baik itu pengukuran secara langsung terhadap organisme yang bersangkutan ataupun dengan cara mengevaluasi indikator-indikator yang ada. Berbagai aspek yang dapat diamati dalam rangka pengukuran keanekaragaman sumber daya hayati adalah: jumlah jenis, kerapatan atau kelimpahan, penyebaran, dominansi, produktivitas, variasi di dalam jenis, variasi atau keanekaragaman genetik, laju kepunahan jenis, nilai jenis atau genetik, jenis asli (alami) atau asing, dan berbagai indikator lainnya.
Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum yang berjudul “Analisis Keanekaragaman Tumbuhan Bawah” ini adalah untuk menghitung dan mempelajari keanekaragaman tumbuhan bawah pada tingkat jenis.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam ekologi umumnya diversitas mengarah ke diversitas spesies, pengukuran melalui jumlah spesies dalam komunitas dan kelimpahan relatifnya. Ide diversitas spesies berdasarkan asumsi bahwa populasi dari spesies-spesies yang secara bersama-sama terbentuk, berinteraksi satu dengan lainnya dengan lingkungan dalam berbagai cara menunjukan jumlah spesies yang ada serta kelimpahan relativenya. Meskipun demikian, diversitas komunitas pada umumnya diukur dengan memakai pola distribusi beberapa ukuran kelimpahan (individu, biomas, atau produktivitas) di antara spesies (Ewusie, 1990).
Aspek ekosistem sebagai suatu kesatuan komunitas biotik dan abiotik perlu dikembangkan dalam pengelolaan hutan tanaman sejenis dan seumur agar tujuan pengelolaan dapat tercapai. Tumbuhan bawah merupakan komponen penting dalam ekosistem hutan yang harus diperhitungkan perannya. Kehadiran tumbuhan bawah diharapkan dapat mengurangi keberatan-keberatan terhadap hutan sejenis dan seumur yang secara ekologis sangat rentan. Komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah ikut menentukan struktur hutan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada fungsi ekologis hutan (Polunin, 1997).
Di daerah yang keanekaragam spesies tumbuhannya besar, disitu sering terdapat jumlah spesies hewan yang besar pula. Hal ini disebabkan dengan cara yang bagaimana pun, setiap spesies hewan mungkin bergantung pada sekelompok spesies tumbuhan tertentu untuk makan dan kebutuhan lainnya. Keanekaragaman tumbuhan bawah dan kecepatan dekomposisi serasah tumbuhan itu berpengaruh terhadap mekanisme kehidupan dalam ekosistem hutan. Dimana tumbuhan bawah berperan penting dalam siklus hara tahunan karena serasah tumbuhan bawah yang dikembalikan pada tanah mengandung unsur- unsur hara yang cukup tunggi (Soemarwoto, 1996).
Komunitas tumbuhan adalah unit-unit alam vegetasi dan merupakan benda nyata dan ini tampak dari kata-kata dalam pembicaraan sehari-hari seperti hutan, padang rumput, dan rawa. Tumbuh-tumbuhan yang akan ditanam di tempat tertentu tidak dapat dipilih secara acak dari flora suatu pulau, tetapi mereka akan membentuk suatu kumpulan yang pasti. Beberapa tumbuhan mempunyai penyebaran ynag luas (Loveless, 1993).
Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah jumlah jenis yang dapat ditinjau dari tingkat sebagai berikut:
1.Pada tingkat gen dan kromosom yang merupakan pembawa sifat keturunan.
2.Pada tingkat jenis yaitu berbagai golongan mahluk ynag mempunyai susunan gen tertentu.
3.Pada tingkat ekosistem atau ekologi yaitu tempat jenis itu melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor biotik dan abiotik.
Makin besar jumlah jenis, makin besar pula keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam pelbagai ragam tipe ekosistem berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung pada kehidupan. Dengan beranekaragaman ekosistem, terdapat pula keanekaragaman flora dan fauna. Hal ini juga kan menjamin semakin tinggi pula pembauran genetika yang akan memperkaya keanekaragaman hayati, yang akan mempertinggi pula ketahanan ekosistem terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Keanekaragaman cenderung akan rendah dalam ekosistem secara fisik terkendali biologi (Irwan, 1992).
Suatu kajian ekologi belumlah lengkap tanpa disertai analisis secara hati-hati mengenai asas yang mengatur bagaimana komunitas tumbuhan berkembang dan bagaimana mereka tumbuh untuk mencapai kedudukan tertentu. Dengan kata lain adalah penting untuk mengetahui proses yang menyebabkan adanya keteraturan pada komunitas tumbuhan, agar komunitas itu bukan sekedar merupakan kumpulan tumbuhan. Tampaknya ada tiga faktor besar yang memegang peranan penting. Ketiga faktor itu ialah ketersediaan bahan pembentuk koloni atau bahan penyerbu secara kebetulan, pemilihan bahan yang tersedia dalam lingkungan itu, dan pengubahsesuaian lingkungan itu boleh tumbuhannya. Keanekaragaman berarti keadaan berbeda atau mempunyai berbagai perbedaan dalam bentuk atau sifat. Keanekaragaman spesies di daerah tropika dapat dilihat pada dua tingkatan, yaitu jumlah besar spesies dalam wujud kehidupan sangat berbeda yang tidak titemukan pada bagian lain dunia ini (Mc.Naughton, 1990).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap organism. Hal ini menyebabkan kelimpahan relative suatu spesies, yang dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antar spesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan system dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas (Irwanto, 2007).
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara disebut “Mega Biodiversity” setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia, yang mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Secara total keanekaragaman hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350 jenis flora dan fauna. Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka margasatwa,taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan tertinggi di dunia, jauh lebih tinggi daripada keanekaragaman sumber daya hayati di Amerika maupun Afrika tropis, apalagi bila dibandingkan dengan daerah beriklim sedang dan dingin.
Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan ditaksir sebanyak 25.000 jenis atau lebih dari 10 persen dari flora dunia. Lumut dan ganggang ditaksir jumlahnya 35.000 jenis. Tidak kurang dari 40 persen dari jenis-jenis ini merupakan jenis yang endemik atau jenis yang hanya terdapat di Indonesia saja dan tidak terdapat di tempat lain di dunia.
Dari sekian banyak jenis-jenis tumbuhan yang ada sebagian besar terdapat di kawasan hutan tropika basah, terutama hutan primer, yang menutup sebagian besar daratan Indonesia. Hutan ini mempunyai struktur yang kompleks yang menciptakan lingkungan sedemikian rupa sehingga memungkinkan beranekaragam jenis dapat tumbuh di dalamnya. Dari sekian banyak jenis tumbuhan yang ada banyak terdapat di dalamnya jenis-jenis yang kisaran ekologinya sama tetapi banyak pula yang berbeda. Jenis-jenis tertentu mempunyai kisaran penyebaran yang luas dan menduduki berbagai macam habitat dan seirama dengan itu pula jenis semacam ini biasanya mempunyai variabilitas genetika yang tinggi.
Dari keanekaragaman sumber daya hayati di hutan primer tersebut tidak hanya terbatas pada jenis tumbuhan berkayu, namun juga ditumbuhi oleh beranekaragam tumbuhan bawah yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi. Tumbuhan bawah juga menjadi salah satu bagian dari fungsi hutan. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang sangat tinggi menyebabkan adanya kemungkinan masih banyak jenis-jenis tumbuhan bawah lainnya yang belum teridentifikasi, sehingga kita tidak mengetahui dengan jelas bagaimana keanekaragaman tumbuhan bawah yang sebenarnya.
Dalam hal melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis tumbuhan bawah yang juga merupakan bagian dari keanekaragaman sumber daya alam hayati maka perlu dilakukan pengukuran-pengukuran, baik itu pengukuran secara langsung terhadap organisme yang bersangkutan ataupun dengan cara mengevaluasi indikator-indikator yang ada. Berbagai aspek yang dapat diamati dalam rangka pengukuran keanekaragaman sumber daya hayati adalah: jumlah jenis, kerapatan atau kelimpahan, penyebaran, dominansi, produktivitas, variasi di dalam jenis, variasi atau keanekaragaman genetik, laju kepunahan jenis, nilai jenis atau genetik, jenis asli (alami) atau asing, dan berbagai indikator lainnya.
Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum yang berjudul “Analisis Keanekaragaman Tumbuhan Bawah” ini adalah untuk menghitung dan mempelajari keanekaragaman tumbuhan bawah pada tingkat jenis.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam ekologi umumnya diversitas mengarah ke diversitas spesies, pengukuran melalui jumlah spesies dalam komunitas dan kelimpahan relatifnya. Ide diversitas spesies berdasarkan asumsi bahwa populasi dari spesies-spesies yang secara bersama-sama terbentuk, berinteraksi satu dengan lainnya dengan lingkungan dalam berbagai cara menunjukan jumlah spesies yang ada serta kelimpahan relativenya. Meskipun demikian, diversitas komunitas pada umumnya diukur dengan memakai pola distribusi beberapa ukuran kelimpahan (individu, biomas, atau produktivitas) di antara spesies (Ewusie, 1990).
Aspek ekosistem sebagai suatu kesatuan komunitas biotik dan abiotik perlu dikembangkan dalam pengelolaan hutan tanaman sejenis dan seumur agar tujuan pengelolaan dapat tercapai. Tumbuhan bawah merupakan komponen penting dalam ekosistem hutan yang harus diperhitungkan perannya. Kehadiran tumbuhan bawah diharapkan dapat mengurangi keberatan-keberatan terhadap hutan sejenis dan seumur yang secara ekologis sangat rentan. Komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah ikut menentukan struktur hutan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada fungsi ekologis hutan (Polunin, 1997).
Di daerah yang keanekaragam spesies tumbuhannya besar, disitu sering terdapat jumlah spesies hewan yang besar pula. Hal ini disebabkan dengan cara yang bagaimana pun, setiap spesies hewan mungkin bergantung pada sekelompok spesies tumbuhan tertentu untuk makan dan kebutuhan lainnya. Keanekaragaman tumbuhan bawah dan kecepatan dekomposisi serasah tumbuhan itu berpengaruh terhadap mekanisme kehidupan dalam ekosistem hutan. Dimana tumbuhan bawah berperan penting dalam siklus hara tahunan karena serasah tumbuhan bawah yang dikembalikan pada tanah mengandung unsur- unsur hara yang cukup tunggi (Soemarwoto, 1996).
Komunitas tumbuhan adalah unit-unit alam vegetasi dan merupakan benda nyata dan ini tampak dari kata-kata dalam pembicaraan sehari-hari seperti hutan, padang rumput, dan rawa. Tumbuh-tumbuhan yang akan ditanam di tempat tertentu tidak dapat dipilih secara acak dari flora suatu pulau, tetapi mereka akan membentuk suatu kumpulan yang pasti. Beberapa tumbuhan mempunyai penyebaran ynag luas (Loveless, 1993).
Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah jumlah jenis yang dapat ditinjau dari tingkat sebagai berikut:
1.Pada tingkat gen dan kromosom yang merupakan pembawa sifat keturunan.
2.Pada tingkat jenis yaitu berbagai golongan mahluk ynag mempunyai susunan gen tertentu.
3.Pada tingkat ekosistem atau ekologi yaitu tempat jenis itu melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor biotik dan abiotik.
Makin besar jumlah jenis, makin besar pula keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam pelbagai ragam tipe ekosistem berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung pada kehidupan. Dengan beranekaragaman ekosistem, terdapat pula keanekaragaman flora dan fauna. Hal ini juga kan menjamin semakin tinggi pula pembauran genetika yang akan memperkaya keanekaragaman hayati, yang akan mempertinggi pula ketahanan ekosistem terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Keanekaragaman cenderung akan rendah dalam ekosistem secara fisik terkendali biologi (Irwan, 1992).
Suatu kajian ekologi belumlah lengkap tanpa disertai analisis secara hati-hati mengenai asas yang mengatur bagaimana komunitas tumbuhan berkembang dan bagaimana mereka tumbuh untuk mencapai kedudukan tertentu. Dengan kata lain adalah penting untuk mengetahui proses yang menyebabkan adanya keteraturan pada komunitas tumbuhan, agar komunitas itu bukan sekedar merupakan kumpulan tumbuhan. Tampaknya ada tiga faktor besar yang memegang peranan penting. Ketiga faktor itu ialah ketersediaan bahan pembentuk koloni atau bahan penyerbu secara kebetulan, pemilihan bahan yang tersedia dalam lingkungan itu, dan pengubahsesuaian lingkungan itu boleh tumbuhannya. Keanekaragaman berarti keadaan berbeda atau mempunyai berbagai perbedaan dalam bentuk atau sifat. Keanekaragaman spesies di daerah tropika dapat dilihat pada dua tingkatan, yaitu jumlah besar spesies dalam wujud kehidupan sangat berbeda yang tidak titemukan pada bagian lain dunia ini (Mc.Naughton, 1990).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap organism. Hal ini menyebabkan kelimpahan relative suatu spesies, yang dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antar spesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan system dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas (Irwanto, 2007).
KAYU dan KULIT KAYU
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pohon adalah organisme yang kompleks. Dari hasil pembiakan vegetatif atau dari sel telur telah dibuahi yang kemudian tumbuh menjadi embrio yang terselubung dalam suatu biji yang mungil, pohon tumbuh menjadi suatu organisme terbesar hidup di alam. Kayu dibentuk oleh berbagai macam tumbuhan, banyak diantaranya tidak mencapai tinggi pohon. Umumnya pohon didefinisikan sebagai tanaman berkayu yang mempunyai tinggi 15-20 kaki (4,5-6m) atau lebih dengan ciri batang pokok yang tunggal dan bukannya batang yang banyak. Kayu yang dihasilkan oleh tanaman dalam bentuk pohon berguna untuk menghasilkan produk-produk yang beraneka ragam.
Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis-habisnya. Apabila dikelola atau diusahakan dengan cara-cara yang baik. Artinya apabila pohon-pohon ditebang yang ada di hutan untuk diambil kayunya, segera tanah hutan harus di tanam kembali, supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan juga sebagai renewable resources atau sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui misalnya dengan minyak bumi atau barang-barang tambang yang lainnya. Setelah beberapa puluh atau ratus tahun sumbernya akan habis. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah sudah diproses menjadi kertas, bahan sintetik, tekstil bahkan sampai daging tiruan.
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yangg diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Anatomi dan Identifikasi Kayu yang berjudul “ Persentase Kayu dan Kulit Kayu” ini adalah untuk mengetahui persentase antara kayu dengan kulit kayu.
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu adalah bahan yang mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, dan ekstraktif mengikut peraturan yang tertentu, secara botani, kayu adalah xylem sekunder. Pembentukan kayu bermula daripada sel yang dinamakan meristem di dalam pokok. Meristem adalah sel di dalam pokok yang berkebolehan untuk senantiasa membagi-bagi menghasilkan lebih banyak sel-sel yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Pokok yang membesar mempunyai dua meristem yang utama yaitu meristem apeks dan meristem sisi. Meristem apeks berfungsi dalam pemanjangan dahan dan akar. Meristem sisi berperan dalam pembesaran pokok secara radial(Rowel and Mansyur, 1998).
Kayu sebagian besar terdiri dari sel-sel pembuluh yang sumbu panjangnya sejajar dengan sumbu panjang batang. Sel-sel ini tersusun atas selulosa dan diikat menjadi satu oleh bahan penyemen yang disebut lignin. Arah sumbu panjang ini diacu sebagai serat kayu dan panjang untuk dikenal karena sifat kayu yang sejajar sangat berbeda dengan yang tegak lurus terhadap serat (Faisal, 2009).
Pohon adalah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan kayu. Karena itu, untuk mengetahui asal botanis dari kayu, perlu diketahui ciri-ciri dari tumbuhan kayu dan klasifikasinya. Ciri-ciri tumbuhan berkayu yakni :
1.Tumbuhan itu harus vaskuler artinya memiliki jaringan konduksi atau jaringan pengangkutan khusus yang terdiri dari xylem dan floem
2.Tumbuhan itu parenial, artinya dapat hidup beberapa tahun
3.Tumbuhan itu mempunyai batang diatas tanah yang hidup dari tahun ke tahun banyak tumbuhan parenial yang batangnya diatas tanah mati, mati pada tiap musim gugur dan hidup dengan akar saja pada musim dingin, kemudian akar ini akan menghasilkan batang baru pada musim semi berikutnya., tumbuhan seperti ini tidak dapat digolongkan menjadi tumbuhan kayu
4.Tumbuhan tersebut harus mengalami penebalan sekunder artinya tumbuhan ini dapat menambah besar batangnya dengan menambahkan riap-riap tumbuh yang baru. Penambahan diameter batang ini disebabkan oleh lapisan-lapisan xylem (kayu) dan lapisan phloem (kulit kayu) (Fricks,1983).
Kayu (xilem) terdapat di sebelah dalam selubung kulit, yang terdiri atas lapisan dalam (floem) dan lapisan pelindung luar (kulit luar). Selama pohon tumbuh, pohon menambahkan kayu yang baru, sehingga memperbesar diameter batang pokok dan cabang. Kulit juga ditambahkan dalam proses pertumbuhan untuk mengganti kulit yang pecah dan mengelupas ketika batang tumbuh bertambah besar (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Bagian-bagian kayu adalah sebagai berikut:
1.Kulit luar, lapisan yang berada paling luar berada dalam keadaan kering berfungsi sebagai pelindung bagian-bagian yang lebih dalam pada kayu.
2.Kulit dalam, lapisan yang berada di sebelah dalam kulit luar yang bersifat basah dan lunak, berfungsi mengangkut bahan makanan dari daun ke bagian lain.
3.Kambium, lapisan yang berada di sebelah kulit, jaringan ini ke dalam membentuk kayu baru, sedangkan ke luar membentuk sel-sel jangat.
4.Kayu gubal, berfungsi sebagai pengangkut air berikut zat bahan makanan ke bagian-bagian pohon yang lain.
5.Kayu teras, berasal dari kayu gubal, biasanya bagian-bagian sel yang sudah tua dan kosong ini terisi zat-zat lain yang berupa zat ekstrasi.
6.Galih/hati, bagian ini mempunyai umur paling tua, karena galih (hati) ini ada dari sejak permulaan kayu itu tumbuh.
7.Garis teras, jari-jari retakan yang timbul akibat penyusutan pada waktu pengeringan yang tidak teratur.
Kayu terdiri atas beberapa macam sel yang menyusun jaringan-jaringan,memiliki pola tersendiri dalam hal bentuk, susunan serta pengatuannya di dalam kayu ( Dumanauw, 1993).
Latar belakang
Pohon adalah organisme yang kompleks. Dari hasil pembiakan vegetatif atau dari sel telur telah dibuahi yang kemudian tumbuh menjadi embrio yang terselubung dalam suatu biji yang mungil, pohon tumbuh menjadi suatu organisme terbesar hidup di alam. Kayu dibentuk oleh berbagai macam tumbuhan, banyak diantaranya tidak mencapai tinggi pohon. Umumnya pohon didefinisikan sebagai tanaman berkayu yang mempunyai tinggi 15-20 kaki (4,5-6m) atau lebih dengan ciri batang pokok yang tunggal dan bukannya batang yang banyak. Kayu yang dihasilkan oleh tanaman dalam bentuk pohon berguna untuk menghasilkan produk-produk yang beraneka ragam.
Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis-habisnya. Apabila dikelola atau diusahakan dengan cara-cara yang baik. Artinya apabila pohon-pohon ditebang yang ada di hutan untuk diambil kayunya, segera tanah hutan harus di tanam kembali, supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan juga sebagai renewable resources atau sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui misalnya dengan minyak bumi atau barang-barang tambang yang lainnya. Setelah beberapa puluh atau ratus tahun sumbernya akan habis. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah sudah diproses menjadi kertas, bahan sintetik, tekstil bahkan sampai daging tiruan.
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yangg diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Anatomi dan Identifikasi Kayu yang berjudul “ Persentase Kayu dan Kulit Kayu” ini adalah untuk mengetahui persentase antara kayu dengan kulit kayu.
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu adalah bahan yang mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, dan ekstraktif mengikut peraturan yang tertentu, secara botani, kayu adalah xylem sekunder. Pembentukan kayu bermula daripada sel yang dinamakan meristem di dalam pokok. Meristem adalah sel di dalam pokok yang berkebolehan untuk senantiasa membagi-bagi menghasilkan lebih banyak sel-sel yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Pokok yang membesar mempunyai dua meristem yang utama yaitu meristem apeks dan meristem sisi. Meristem apeks berfungsi dalam pemanjangan dahan dan akar. Meristem sisi berperan dalam pembesaran pokok secara radial(Rowel and Mansyur, 1998).
Kayu sebagian besar terdiri dari sel-sel pembuluh yang sumbu panjangnya sejajar dengan sumbu panjang batang. Sel-sel ini tersusun atas selulosa dan diikat menjadi satu oleh bahan penyemen yang disebut lignin. Arah sumbu panjang ini diacu sebagai serat kayu dan panjang untuk dikenal karena sifat kayu yang sejajar sangat berbeda dengan yang tegak lurus terhadap serat (Faisal, 2009).
Pohon adalah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan kayu. Karena itu, untuk mengetahui asal botanis dari kayu, perlu diketahui ciri-ciri dari tumbuhan kayu dan klasifikasinya. Ciri-ciri tumbuhan berkayu yakni :
1.Tumbuhan itu harus vaskuler artinya memiliki jaringan konduksi atau jaringan pengangkutan khusus yang terdiri dari xylem dan floem
2.Tumbuhan itu parenial, artinya dapat hidup beberapa tahun
3.Tumbuhan itu mempunyai batang diatas tanah yang hidup dari tahun ke tahun banyak tumbuhan parenial yang batangnya diatas tanah mati, mati pada tiap musim gugur dan hidup dengan akar saja pada musim dingin, kemudian akar ini akan menghasilkan batang baru pada musim semi berikutnya., tumbuhan seperti ini tidak dapat digolongkan menjadi tumbuhan kayu
4.Tumbuhan tersebut harus mengalami penebalan sekunder artinya tumbuhan ini dapat menambah besar batangnya dengan menambahkan riap-riap tumbuh yang baru. Penambahan diameter batang ini disebabkan oleh lapisan-lapisan xylem (kayu) dan lapisan phloem (kulit kayu) (Fricks,1983).
Kayu (xilem) terdapat di sebelah dalam selubung kulit, yang terdiri atas lapisan dalam (floem) dan lapisan pelindung luar (kulit luar). Selama pohon tumbuh, pohon menambahkan kayu yang baru, sehingga memperbesar diameter batang pokok dan cabang. Kulit juga ditambahkan dalam proses pertumbuhan untuk mengganti kulit yang pecah dan mengelupas ketika batang tumbuh bertambah besar (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Bagian-bagian kayu adalah sebagai berikut:
1.Kulit luar, lapisan yang berada paling luar berada dalam keadaan kering berfungsi sebagai pelindung bagian-bagian yang lebih dalam pada kayu.
2.Kulit dalam, lapisan yang berada di sebelah dalam kulit luar yang bersifat basah dan lunak, berfungsi mengangkut bahan makanan dari daun ke bagian lain.
3.Kambium, lapisan yang berada di sebelah kulit, jaringan ini ke dalam membentuk kayu baru, sedangkan ke luar membentuk sel-sel jangat.
4.Kayu gubal, berfungsi sebagai pengangkut air berikut zat bahan makanan ke bagian-bagian pohon yang lain.
5.Kayu teras, berasal dari kayu gubal, biasanya bagian-bagian sel yang sudah tua dan kosong ini terisi zat-zat lain yang berupa zat ekstrasi.
6.Galih/hati, bagian ini mempunyai umur paling tua, karena galih (hati) ini ada dari sejak permulaan kayu itu tumbuh.
7.Garis teras, jari-jari retakan yang timbul akibat penyusutan pada waktu pengeringan yang tidak teratur.
Kayu terdiri atas beberapa macam sel yang menyusun jaringan-jaringan,memiliki pola tersendiri dalam hal bentuk, susunan serta pengatuannya di dalam kayu ( Dumanauw, 1993).
Kayu Gubal dan Kayu Teras
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pohon adalah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan kayu. Karena itu, untuk mengetahui asal botanis dari kayu, perlu diketahui ciri-ciri dari tumbuhan kayu dan klasifikasinya. Ciri-ciri tumbuhan berkayu yakni :
1.Tumbuhan itu harus vaskuler artinya memiliki jaringan konduksi atau jaringan pengangkutan khusus yang terdiri dari xylem dan floem
2.Tumbuhan itu parenial, artinya dapat hidup beberapa tahun
3.Tumbuhan itu mempunyai batang diatas tanah yang hidup dari tahun ke tahun banyak tumbuhan parenial yang batangnya diatas tanah mati, mati pada tiap musim gugur dan hidup dengan akar saja pada musim dingin, kemudian akar ini akan menghasilkan batang baru pada musim semi berikutnya., tumbuhan seperti ini tidak dapat digolongkan menjadi tumbuhan kayu
4.Tumbuhan tersebut harus mengalami penebalan sekunder artinya tumbuhan ini dapat menambah besar batangnya dengan menambahkan riap-riap tumbuh yang baru. Penambahan diameter batang ini disebabkan oleh lapisan-lapisan xylem (kayu) dan lapisan phloem (kulit kayu)(Admin, 2008).
Dalam bidang pemanfaatan kayu, bagian kayu teras mempunyai nilai lebih dibandingkan kayu gubal karena sifat warna dan keawetan alaminya yang tinggi. Kayu gubal tersusun atas sel-sel yang masih hidup dan terletak di sebelah dalam kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan juga sebagai tempat penimbun zat-zat makanan. Sedangkan kayu teras secara fisiologis tidak berfungsi lagi tetapi berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis(Haygreen dan Bowyer 1982).
Kayu teras memiliki warna yang lebih gelap daripada kayu gubal karena adanya kandungan zar ektraktif di dalamnya. perbedaan sifat antara kedua bagian batang ini sangat mencolok sekali, sehingga dengan meningkatnya proporsi kayu teras akan meningkatkan nilai pemanfaatannya dan sekaligus merupakan suatu peningkatan nilai jual (nilai ekonomis) yang sangat besar artinya.
Dalam hal ini, yang lebih ditekankan ialah mengenai kayu gubal dan kayu teras. Kayu gubal ialah bagian kayu yang masih muda terdiri dari sel-sel yang masih hidup. Terletak di sebelah kanan kambium. Sedangkan kayu teras ialah bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui perubahan-perubahan sel hidup pada lingkaran kayu gubal bagian dalam, disebabkan terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan lain-lain proses kehidupan (Dumanauw, 1990).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menfetahui persentase kayu gubal dan kayu teras.
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu gubal adalah bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup yang masih berfungsi. Oleh karena itu, tugas kayu gubal ini adalah menyalurkan bahan makanan dari daun ke bagian-bagian pohon yang lain. Kayu teras adalah bagian dari kayu yang terdiri dari sel-sel yang sudah tua atau mati. Kayu teras ini asalnya dari kayu gubal yang makin tua dan mati, sehingga tidak berfungsi lagi. Kayu teras ini hanya sebagai pengokoh tumbuhnya pohon saja. Kayu teras ini lebih awet dan pada umumnya warna kayu lebih tua daripada kayu gubalnya(Frick, 1983).
Kayu teras atau heartwood merupakan bagian kayu gelondongan yang terletak pada inti kayu. Bagian ini berwarna lebih gelap dibandingkan kayu gubal (sapwood) yang terletak pada bagian lebih luar diameter kagu gelondongan (sebelum kulit kayu). Bagian ini merupakan yang terbaik pada sebuah kayu karena kayu teras memiliki kekerasan yang lebih baik daripada kayu gubal. Pada umumnya kayu teras memiliki serat dan pori-pori lebih padat. Bagian ini sebenarnya adalah serat yang mati. Tentunya pula karena umur kayu teras lebih tua daripada kayu gubal. Hal ini membuat papan kayu teras memiliki kemungkinan menyusut lebih kecil, secara mekanik lebih kuat. Rata-rata sekitar 65-75% dari radius gelondongan merupakan kayu teras (Sunardi, 2007).
Untuk pengujian formasi kayu gubal dan kayu teras di dalam batang pohon sering dapat terlihat oleh adanya perbedaan warna dimana biasanya kayu teras mempunyai warna yang lebih gelap dan terletak pada bagian pusat atau bagian dalam dari batang pohon sedangkan kayu gubal memperlihatkan warna yang lebih terang dan memduduki bagian lokasi sebelah luar batang pohon. Untuk perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras ini disertai oleh pembentukan substansi organik ini dikenal sebagai zat ekstraktif, zat infiltasi dan terutama pada kayu berdaun lebar, pembentukan tilosis juga terjadi pada vesel cell atau pembuluh. Tilosis selain terbentuk secara normal juga terbentuk akibat adanya penyakit akibat kerusakan mekanis atau karena serangan cendawan. Kayu teras mulai terbentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada daerah dekat empelur(pada riap tumbuh pertama). Oleh karena itu, diameter kayu teras variasinya menurun dimulai dari pangkal pohon hingga ke bagian atas pohon jumlah relatif kayu teras dan kayu gubal di dalam pohon (batang pohon) berbeda-beda menurut jenis, pohon, umur, dan keadaan lingkungan tumbuh (Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda terdiri dari sel-sel yang masih hidup, terletak di sebelah dalam kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan tempat penimbun zat-zat makanan. Tebal lapisan kayu gubal bervariasi menurut jenis pohon. Umumnya jenis yang tumbuh cepat mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal dibandingkan dengan kayu terasnya. Kayu gubal biasanya mempunyai warna terang. Kayu teras terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui perubahan-perubahan sel-sel hidup pada lingkungan kayu gubal bagian dalam, disebabkan terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan lain-lain proses kehidupan. Ruang dalam kayu teras dapat mengandung bahan-bahan ekstraktif, yang memberi keawetan pada kayu tersebut, membuat lebih berat dan lebih awet. Akan tetapi, tidak semua jenis kayu yang memiliki zat ekstraktif sudah dapat dipastikan keawetannya (misalnya yang mempunyai kandungan zat gula, zat tepung dan lain sebagainya). Ada 4 macam tipe variasi, dilihat dari susunan kayunya yaitu :
1.Pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu teras dengan nama lain pohon kayu teras. Perbedaan kayu teras dan kayu gubal tampak jelas. Kayu teras mempunyai warna gelap, terdapat di sebelah dalam batang dan bagian luarnya adalah kayu gubal berwarna terang.
2.Pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu masak, tidak memiliki kayu teras. Pada pohon masak dari luar, perbedaan antara kayu gubal dan teras. Pada pohon masak dari luar, perbedaan antara kayu gubal dan teras tidak begitu jelas. Dari luar, perbedaan antara kayu gubal dan teras tidak begitu jelas. Dari luar arah ke dalam kelihatan warnanya makin gelap maka dikatakan masak dari luar.
3.Pohon yang mempunyai kayu gubal seluruhnya, tidak memiliki kayu masak dan kayu teras. Dengan kata lain, pohon kayu gubal yaitu pohon yang mempunyai kayu tidak begitu keras. Seluruh penampang batang adalah tempat penyalur makanan dan mempunyai warna terang.
4.Pohon yang mempunyai kayu gubal, kayu masak dan kayu teras. Kayu masak dari dalam ini mempunyai kayu teras yang kecil lambat laun mambesar. Kelihatan tiga perbedaan dari dalam ke arah luar : teras, kayu masak dan kayu gubal (Dumanauw, 1990).
Kayu ialah bahan yang mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif mengikut peraturan yang tertentu. (1) Secara botani, kayu ialah xylem sekunder. (2) Kayu ialah tumbuhan yang menghasilkan biji benih (spermatofit) dan terbagi kepada gymnospermae (kayu lembut) dan angiospermae (kayu keras). Di negara-negara tropikal alamnya dan Malaysia khususnya kebanyakan kayu angiospermae (kayu keras). Struktur yang nyata bagi kayu keras ialah salur yang tidak dipunyai oleh kayu lembut. Salur berperan sebagai medium translokasi sap dan peranan ini diambil alih oleh kayu lembut (Rowel dan Mansyur, 1998).
Latar Belakang
Pohon adalah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan kayu. Karena itu, untuk mengetahui asal botanis dari kayu, perlu diketahui ciri-ciri dari tumbuhan kayu dan klasifikasinya. Ciri-ciri tumbuhan berkayu yakni :
1.Tumbuhan itu harus vaskuler artinya memiliki jaringan konduksi atau jaringan pengangkutan khusus yang terdiri dari xylem dan floem
2.Tumbuhan itu parenial, artinya dapat hidup beberapa tahun
3.Tumbuhan itu mempunyai batang diatas tanah yang hidup dari tahun ke tahun banyak tumbuhan parenial yang batangnya diatas tanah mati, mati pada tiap musim gugur dan hidup dengan akar saja pada musim dingin, kemudian akar ini akan menghasilkan batang baru pada musim semi berikutnya., tumbuhan seperti ini tidak dapat digolongkan menjadi tumbuhan kayu
4.Tumbuhan tersebut harus mengalami penebalan sekunder artinya tumbuhan ini dapat menambah besar batangnya dengan menambahkan riap-riap tumbuh yang baru. Penambahan diameter batang ini disebabkan oleh lapisan-lapisan xylem (kayu) dan lapisan phloem (kulit kayu)(Admin, 2008).
Dalam bidang pemanfaatan kayu, bagian kayu teras mempunyai nilai lebih dibandingkan kayu gubal karena sifat warna dan keawetan alaminya yang tinggi. Kayu gubal tersusun atas sel-sel yang masih hidup dan terletak di sebelah dalam kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan juga sebagai tempat penimbun zat-zat makanan. Sedangkan kayu teras secara fisiologis tidak berfungsi lagi tetapi berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis(Haygreen dan Bowyer 1982).
Kayu teras memiliki warna yang lebih gelap daripada kayu gubal karena adanya kandungan zar ektraktif di dalamnya. perbedaan sifat antara kedua bagian batang ini sangat mencolok sekali, sehingga dengan meningkatnya proporsi kayu teras akan meningkatkan nilai pemanfaatannya dan sekaligus merupakan suatu peningkatan nilai jual (nilai ekonomis) yang sangat besar artinya.
Dalam hal ini, yang lebih ditekankan ialah mengenai kayu gubal dan kayu teras. Kayu gubal ialah bagian kayu yang masih muda terdiri dari sel-sel yang masih hidup. Terletak di sebelah kanan kambium. Sedangkan kayu teras ialah bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui perubahan-perubahan sel hidup pada lingkaran kayu gubal bagian dalam, disebabkan terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan lain-lain proses kehidupan (Dumanauw, 1990).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menfetahui persentase kayu gubal dan kayu teras.
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu gubal adalah bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup yang masih berfungsi. Oleh karena itu, tugas kayu gubal ini adalah menyalurkan bahan makanan dari daun ke bagian-bagian pohon yang lain. Kayu teras adalah bagian dari kayu yang terdiri dari sel-sel yang sudah tua atau mati. Kayu teras ini asalnya dari kayu gubal yang makin tua dan mati, sehingga tidak berfungsi lagi. Kayu teras ini hanya sebagai pengokoh tumbuhnya pohon saja. Kayu teras ini lebih awet dan pada umumnya warna kayu lebih tua daripada kayu gubalnya(Frick, 1983).
Kayu teras atau heartwood merupakan bagian kayu gelondongan yang terletak pada inti kayu. Bagian ini berwarna lebih gelap dibandingkan kayu gubal (sapwood) yang terletak pada bagian lebih luar diameter kagu gelondongan (sebelum kulit kayu). Bagian ini merupakan yang terbaik pada sebuah kayu karena kayu teras memiliki kekerasan yang lebih baik daripada kayu gubal. Pada umumnya kayu teras memiliki serat dan pori-pori lebih padat. Bagian ini sebenarnya adalah serat yang mati. Tentunya pula karena umur kayu teras lebih tua daripada kayu gubal. Hal ini membuat papan kayu teras memiliki kemungkinan menyusut lebih kecil, secara mekanik lebih kuat. Rata-rata sekitar 65-75% dari radius gelondongan merupakan kayu teras (Sunardi, 2007).
Untuk pengujian formasi kayu gubal dan kayu teras di dalam batang pohon sering dapat terlihat oleh adanya perbedaan warna dimana biasanya kayu teras mempunyai warna yang lebih gelap dan terletak pada bagian pusat atau bagian dalam dari batang pohon sedangkan kayu gubal memperlihatkan warna yang lebih terang dan memduduki bagian lokasi sebelah luar batang pohon. Untuk perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras ini disertai oleh pembentukan substansi organik ini dikenal sebagai zat ekstraktif, zat infiltasi dan terutama pada kayu berdaun lebar, pembentukan tilosis juga terjadi pada vesel cell atau pembuluh. Tilosis selain terbentuk secara normal juga terbentuk akibat adanya penyakit akibat kerusakan mekanis atau karena serangan cendawan. Kayu teras mulai terbentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada daerah dekat empelur(pada riap tumbuh pertama). Oleh karena itu, diameter kayu teras variasinya menurun dimulai dari pangkal pohon hingga ke bagian atas pohon jumlah relatif kayu teras dan kayu gubal di dalam pohon (batang pohon) berbeda-beda menurut jenis, pohon, umur, dan keadaan lingkungan tumbuh (Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda terdiri dari sel-sel yang masih hidup, terletak di sebelah dalam kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan tempat penimbun zat-zat makanan. Tebal lapisan kayu gubal bervariasi menurut jenis pohon. Umumnya jenis yang tumbuh cepat mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal dibandingkan dengan kayu terasnya. Kayu gubal biasanya mempunyai warna terang. Kayu teras terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui perubahan-perubahan sel-sel hidup pada lingkungan kayu gubal bagian dalam, disebabkan terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan lain-lain proses kehidupan. Ruang dalam kayu teras dapat mengandung bahan-bahan ekstraktif, yang memberi keawetan pada kayu tersebut, membuat lebih berat dan lebih awet. Akan tetapi, tidak semua jenis kayu yang memiliki zat ekstraktif sudah dapat dipastikan keawetannya (misalnya yang mempunyai kandungan zat gula, zat tepung dan lain sebagainya). Ada 4 macam tipe variasi, dilihat dari susunan kayunya yaitu :
1.Pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu teras dengan nama lain pohon kayu teras. Perbedaan kayu teras dan kayu gubal tampak jelas. Kayu teras mempunyai warna gelap, terdapat di sebelah dalam batang dan bagian luarnya adalah kayu gubal berwarna terang.
2.Pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu masak, tidak memiliki kayu teras. Pada pohon masak dari luar, perbedaan antara kayu gubal dan teras. Pada pohon masak dari luar, perbedaan antara kayu gubal dan teras tidak begitu jelas. Dari luar, perbedaan antara kayu gubal dan teras tidak begitu jelas. Dari luar arah ke dalam kelihatan warnanya makin gelap maka dikatakan masak dari luar.
3.Pohon yang mempunyai kayu gubal seluruhnya, tidak memiliki kayu masak dan kayu teras. Dengan kata lain, pohon kayu gubal yaitu pohon yang mempunyai kayu tidak begitu keras. Seluruh penampang batang adalah tempat penyalur makanan dan mempunyai warna terang.
4.Pohon yang mempunyai kayu gubal, kayu masak dan kayu teras. Kayu masak dari dalam ini mempunyai kayu teras yang kecil lambat laun mambesar. Kelihatan tiga perbedaan dari dalam ke arah luar : teras, kayu masak dan kayu gubal (Dumanauw, 1990).
Kayu ialah bahan yang mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif mengikut peraturan yang tertentu. (1) Secara botani, kayu ialah xylem sekunder. (2) Kayu ialah tumbuhan yang menghasilkan biji benih (spermatofit) dan terbagi kepada gymnospermae (kayu lembut) dan angiospermae (kayu keras). Di negara-negara tropikal alamnya dan Malaysia khususnya kebanyakan kayu angiospermae (kayu keras). Struktur yang nyata bagi kayu keras ialah salur yang tidak dipunyai oleh kayu lembut. Salur berperan sebagai medium translokasi sap dan peranan ini diambil alih oleh kayu lembut (Rowel dan Mansyur, 1998).
PENGUKURAN BATAS DAN PEMETAAN DETAIL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu geodesi memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan kita yang modern dan juga terhadap cabang ilmu lainnya, seperti perencanaan, pembangunan, pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada. Ilmu geodesi ini juga dapat dipakai dalam penyediaan titik kontrol untuk pemotretan udara dan dalam banyak hal lainnya yang berkaitan dengan bidang agronomi, arkeologi, astronomi, geografi, geologi, seismologi, dan kehutanan terlebih utama. Peranan ilmu geodesi dalam bidang kehutanan antara lain sebagai survey dan pemetaan hasil sumber daya hutan, serta sebagai bidang penataan hutan, survey potensi hutan, dan perencanaan hutan serta pemantauian dan evaluasi pelaksaan pengelolaan hutan dan sebagai teknologi informasi kehutanan.Yang menjadi dasar pengukuran adalah sejumlah titik-titik atau tugu tertentu dengan koordinatnya dan tingginya.
Tujuan pengukuran adalah jaringan triangulasi dilengkapi dengan data-data sehingga kita dapat menggambar peta. Tindakan pengukuran dapat dilakukan dengan cara pengukuran koordinat siku-siku (pengukuran orthogonal), pengukuran dengan koordinat polar dan fotogrametris udara.
Dalam penggambarannya, data dari pengukuran yang didapat dituangkan ke dalam peta. Kata peta berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah taplak meja. Dalam arti luas adalah sesuatu yang ada dituangkan dan dibentangkan sama seperti taplak meja di atas meja. Peta merupakan gambaran pada kertas dimana keadaan permukaan bumi dengan ukuran yang lebih kecil. Peta dewasa ini sudah tidak asing lagi. Peta merupakan miniatur keadaan suatu permukaan. Peta tidak hanya memuat suatu rangkaian keadaan di muka bumi, peta juga dapat dipakai dalam bidang lain.
Di dalam memperoleh data (pemetaan) terdapat dua cara, yaitu :
1.Cara terrestris yang seluruh data ukuran diperoleh dari hasil pengukuran lapangan, dan
2.Cara non–terrestris/fotogrametris dimana seluruh data ukuran diperoleh dari hasil foto udara/peta–peta tematik. Inilah kegunaan peta. Kita bisa mengamati suatu detail keadaan tanpa harus langsung datang ke lokasi sebenarnya.
Penentuan sejumlah titik–titik atau tugu tertentu dengan koordinatnya dan tingginya merupakan dasar dari pembuatan peta. Pengukuran memang merupakan jaringan tringulasi dilengkapi dengan data–data sehingga kita dapat menggambar peta. Tindakan ini dapat mengikuti tiga cara, yaitu :
1.Pengukuran koordinat siku–siku (pengukuran orthogonal)
2.Pengukuran dengan koordinat polar, dan
3.Fotogrametri udara.
Sebelum hasil pengukuran dipergunakan membuat peta, lebih dahulu harus diteliti tingkat kesalahannya. Penelitian dilakukan dengan menggambar poligon utama yang dua kali lebih besar daripada skala yang akan digunakan untuk pembuatan peta, supaya kesalahan yang mungkain dibuat nampak jelas. Penggambaran poligon utama dilakukan di atas kertas yang berkotak–kotak atau kertas millimeter. Untuk melihat kesalahan maka poligon utama digambar di antara tiap titik tertentu yang digunakan pada pengukuran yang disebut dengan seksi. Maka seksi yang salah saja yang akan diukur kembalim.
Guna dan arti peta tidak hanya memperlihatkan letak detail-detail buatan dan lain dalam bentuk alami seperti gunung, sungai, danau, dsb, melainkan memberikan juga bentuk dan keadaan daerah yang biasanya dapat kita lakukan dengan penentuan garis–garis kontur.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan peta tematik.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam melakukan pengukuran kolam, poligon utama tidak perlu diletakkan di salah satu tepi kolam itu. Yang harus dilakukan hanyalah pengukuran tepi kolam sebagai titik detail dari sebuah poligon yang titik–titiknya dibuat sedemikian rupa, sehingga dari titik–titik poligon yang ditempati oleh alat ukur dapat diukur sebanyak mungkin titik–titik detail lainnya. Adapun cara pembuatan peta adalah sebagai berikut :
1.Penelitian kehalusan pengukuran dengan menggambar poligon utama.
2.Setelah seksi poligon utama dianggap cukup teliti, berulah digambar titik–titik detail yang perlu pada pembuatan peta.
3.Sediakan kertas yang diatasnya telah dibuat titik–titik tertentu yang digunakan pada pengukuran.
4.Pemindahan keadaan dari poligon utama ke kertas peta menggunakan alat yang dinamakan pantograf.
5. Pemindahan dari gambar poligon ke peta adalah pemindahan dari skala besar ke skala kecil.
Pada gambar poligon hanya digambar titik–titik yang bersangkutan dengan pengukuran titik– titik poligon utama dan titik–titik detail, peta tidak digambar di atas peta polygon (Wongsotjitro, 1980).
Pada pembuatan peta terdapat berbagai orientasi pada peta, yaitu :
1.Orientasi pada udara geografi (sistem umum)
Utara peta berdasarkan pada arah utara geografi di titik awal atau titik nol system proyeksi peta.
2.Orientasi peta pada utara geografi (sistem setempat)
Utara peta didasarkan pada utara geografi di satu titik kerangka dasar tertentu.
3.Orientasi peta pada utara magnet (sistem setempat)
Utara peta didasarkan pada arah utara magnet di satu titik kerangka dasar tertentu
Sesuai dengan dimensi areal/persil yang akan diukur, maka pekerjaan pengukuran pada umumnya dibedakan dalam dua bagian pengklasifikasian seperti geodesi (geodetic survey) dan ilmu ukur tanah datar (plan survey). Pada hakekatnya, bola bumi itu mendekati bentuk ellipsoida putar, sehingga untuk pengukuran permukaan bumi kita harus menggunakan metode pengukuran pada bidang yang ellipsoida putar. Jadi dengan demikian pengukuran yang dilakukan di atas permukaan bumi harus mempertimbangkan bentuk lengkung permukaan bumi dan proses perhitungannya pun akan menjadi lebih sukar dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Pada pengukuran areal yang tidak terlalu luas, lengkung permukaan bumi dianggap tidak terbatas sehingga dapat diterapkan metode pengukuran pada bidang datar dan dengan demikian angka-angka/data-data hasil pembacaan di lapangan dapat diproses dengan cara yang lebih mudah (Irvine, 1980).
Keadaan lapangan pengukuran merupakan salah satu pertimbangan untuk menentukan jumlah jalur poligon cabang maupun sipat datar yang harus dibuat (Moffit, 1980).
Pada suatu garis pengukuran dengan titik–titik mula dan titik–titik akhir sudah kita ketahui, kita mengukur semua titik yang ingin kita ketahui siku–siku pada garis pengukuran (pengukuran orthogonal). Pengukuran dilakukan dari satu posisi alat ukur (kedudukan alat ukur) sudut. Banyak titik yang dapat diukur dari satu posisi titik alat ukur yang dalam pengukuran biasanya menggunakan theodolit, baik digital maupun manual. Metode pengukuran banyak titik dari satu posisi alat ukur dinamakan metode koordinat polar. Metode ini dapat dipakai di lapangan yang cukup curam yang karena kecuramannya pengukuran dengan pita ukur tidak mungkin dilakukan dan ketelitiannya kurang. Metode pengukuran dengan koordinat polar ini dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan suatu tempat yang memiliki keadaan alam yang bertopografi berbeda-beda. Pengukuran ini dilakukan untuk memetakan suatu tempat secara detail dengan membuat garis–garis jarak yang dihubungkan pada posisi stasiun (tempat alat). Dengan menghubungkan titik–titik yang diukur dengan suatu posisi alat ukur dengan titik–titik yang diukur dari posisi alat lainnya maka dapatlah digambarkan keadaan suatu tempat pada peta (Subagio, 2003).
Penggambaran umumnya dilakukan empat tahapan, yaitu menggambar kerangka dasar dengan menggunakan sistem koordinat kartesius dan menghsilkan gambar titik ikat, nomor titik ikat, ketinggiannya serta garis penghubung antar titik ikat tersebut secara berurutan. Penggambaran ini dilakukan di atas kertas millimeter block. Tahap kedua adalah plotting titik detail dengan menggunakan sistem grafis, yaitu menggunakan argumen jarak, sudut jurusan, dan beda tinggi antara titik ikat dengan titik detail yang bersangkutan. Tahap selanjutnya adalah menarik garis kontur yang didapat dari besaran bilangan skala yang ditentukan. Setelah semuanya selesai, maka hasil gambar ukur tersebut disalin ke atas kertas kalkir (Sinaga, 1992). Peta dengan skala besar sering dinamakan peta kadaster. Peta ini hanya menunjukkan batas–batas suatu tempat yang berupa benda, misalnya pagar, dinding pembatas, dan lain–lain. Batas yang digunakan yang berupa benda tidak selalu batas yang sah. Dalam pengukuran di lapangan sering terdapat rintangan yang menghalangi terlaksananya pengukuran. Hal ini menyebabkan kurang akuratnya data hasil pengukuran yang diperoleh. Rintangan pada pengukuran di lapangan adalah berupa bukit–bukit kecil, pohon, sungai, lintasan jalan kereta api, atau bangunan. Benda–benda seperti ini diusahakan untuk dihindarkan agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat sesuai dengan keadaan lapangan. Peta harus memiliki garis tepi yang relatif lebih tebal daripada semua garis lainnya. Ini akan sangat menunjang penampilan dari peta tersebut (Abidin, 2001).
Dalam pengukuran batas sering terdapat kesalahan yang dilakukan oleh pengamat maupun yang terjadi karena kerusakan alat sehingga menghasilkan pengukuran yang tidak sesuai dengan keadaan lapangan. Kesalahan dalam pengukuran antara lain :
1.Kesalahan besar
Bacaan rambu yang salah, penggunaan benang silang yang salah, pencatatan yang salah, dan penulisan yang salah atau tidak ditulis.
2.Kesalahan tetap
Tidak vertikalnya rambu, kesalahan kolimasi pada rambu, dan kesalahan penskalaan.
3.Kesalahan acak
Pengaruh angin dan suhu tanah, titik tukar dan kesalahan pengamat. (Sasrodarsono, 1992
Latar Belakang
Ilmu geodesi memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan kita yang modern dan juga terhadap cabang ilmu lainnya, seperti perencanaan, pembangunan, pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada. Ilmu geodesi ini juga dapat dipakai dalam penyediaan titik kontrol untuk pemotretan udara dan dalam banyak hal lainnya yang berkaitan dengan bidang agronomi, arkeologi, astronomi, geografi, geologi, seismologi, dan kehutanan terlebih utama. Peranan ilmu geodesi dalam bidang kehutanan antara lain sebagai survey dan pemetaan hasil sumber daya hutan, serta sebagai bidang penataan hutan, survey potensi hutan, dan perencanaan hutan serta pemantauian dan evaluasi pelaksaan pengelolaan hutan dan sebagai teknologi informasi kehutanan.Yang menjadi dasar pengukuran adalah sejumlah titik-titik atau tugu tertentu dengan koordinatnya dan tingginya.
Tujuan pengukuran adalah jaringan triangulasi dilengkapi dengan data-data sehingga kita dapat menggambar peta. Tindakan pengukuran dapat dilakukan dengan cara pengukuran koordinat siku-siku (pengukuran orthogonal), pengukuran dengan koordinat polar dan fotogrametris udara.
Dalam penggambarannya, data dari pengukuran yang didapat dituangkan ke dalam peta. Kata peta berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah taplak meja. Dalam arti luas adalah sesuatu yang ada dituangkan dan dibentangkan sama seperti taplak meja di atas meja. Peta merupakan gambaran pada kertas dimana keadaan permukaan bumi dengan ukuran yang lebih kecil. Peta dewasa ini sudah tidak asing lagi. Peta merupakan miniatur keadaan suatu permukaan. Peta tidak hanya memuat suatu rangkaian keadaan di muka bumi, peta juga dapat dipakai dalam bidang lain.
Di dalam memperoleh data (pemetaan) terdapat dua cara, yaitu :
1.Cara terrestris yang seluruh data ukuran diperoleh dari hasil pengukuran lapangan, dan
2.Cara non–terrestris/fotogrametris dimana seluruh data ukuran diperoleh dari hasil foto udara/peta–peta tematik. Inilah kegunaan peta. Kita bisa mengamati suatu detail keadaan tanpa harus langsung datang ke lokasi sebenarnya.
Penentuan sejumlah titik–titik atau tugu tertentu dengan koordinatnya dan tingginya merupakan dasar dari pembuatan peta. Pengukuran memang merupakan jaringan tringulasi dilengkapi dengan data–data sehingga kita dapat menggambar peta. Tindakan ini dapat mengikuti tiga cara, yaitu :
1.Pengukuran koordinat siku–siku (pengukuran orthogonal)
2.Pengukuran dengan koordinat polar, dan
3.Fotogrametri udara.
Sebelum hasil pengukuran dipergunakan membuat peta, lebih dahulu harus diteliti tingkat kesalahannya. Penelitian dilakukan dengan menggambar poligon utama yang dua kali lebih besar daripada skala yang akan digunakan untuk pembuatan peta, supaya kesalahan yang mungkain dibuat nampak jelas. Penggambaran poligon utama dilakukan di atas kertas yang berkotak–kotak atau kertas millimeter. Untuk melihat kesalahan maka poligon utama digambar di antara tiap titik tertentu yang digunakan pada pengukuran yang disebut dengan seksi. Maka seksi yang salah saja yang akan diukur kembalim.
Guna dan arti peta tidak hanya memperlihatkan letak detail-detail buatan dan lain dalam bentuk alami seperti gunung, sungai, danau, dsb, melainkan memberikan juga bentuk dan keadaan daerah yang biasanya dapat kita lakukan dengan penentuan garis–garis kontur.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan peta tematik.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam melakukan pengukuran kolam, poligon utama tidak perlu diletakkan di salah satu tepi kolam itu. Yang harus dilakukan hanyalah pengukuran tepi kolam sebagai titik detail dari sebuah poligon yang titik–titiknya dibuat sedemikian rupa, sehingga dari titik–titik poligon yang ditempati oleh alat ukur dapat diukur sebanyak mungkin titik–titik detail lainnya. Adapun cara pembuatan peta adalah sebagai berikut :
1.Penelitian kehalusan pengukuran dengan menggambar poligon utama.
2.Setelah seksi poligon utama dianggap cukup teliti, berulah digambar titik–titik detail yang perlu pada pembuatan peta.
3.Sediakan kertas yang diatasnya telah dibuat titik–titik tertentu yang digunakan pada pengukuran.
4.Pemindahan keadaan dari poligon utama ke kertas peta menggunakan alat yang dinamakan pantograf.
5. Pemindahan dari gambar poligon ke peta adalah pemindahan dari skala besar ke skala kecil.
Pada gambar poligon hanya digambar titik–titik yang bersangkutan dengan pengukuran titik– titik poligon utama dan titik–titik detail, peta tidak digambar di atas peta polygon (Wongsotjitro, 1980).
Pada pembuatan peta terdapat berbagai orientasi pada peta, yaitu :
1.Orientasi pada udara geografi (sistem umum)
Utara peta berdasarkan pada arah utara geografi di titik awal atau titik nol system proyeksi peta.
2.Orientasi peta pada utara geografi (sistem setempat)
Utara peta didasarkan pada utara geografi di satu titik kerangka dasar tertentu.
3.Orientasi peta pada utara magnet (sistem setempat)
Utara peta didasarkan pada arah utara magnet di satu titik kerangka dasar tertentu
Sesuai dengan dimensi areal/persil yang akan diukur, maka pekerjaan pengukuran pada umumnya dibedakan dalam dua bagian pengklasifikasian seperti geodesi (geodetic survey) dan ilmu ukur tanah datar (plan survey). Pada hakekatnya, bola bumi itu mendekati bentuk ellipsoida putar, sehingga untuk pengukuran permukaan bumi kita harus menggunakan metode pengukuran pada bidang yang ellipsoida putar. Jadi dengan demikian pengukuran yang dilakukan di atas permukaan bumi harus mempertimbangkan bentuk lengkung permukaan bumi dan proses perhitungannya pun akan menjadi lebih sukar dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan pada bidang datar. Pada pengukuran areal yang tidak terlalu luas, lengkung permukaan bumi dianggap tidak terbatas sehingga dapat diterapkan metode pengukuran pada bidang datar dan dengan demikian angka-angka/data-data hasil pembacaan di lapangan dapat diproses dengan cara yang lebih mudah (Irvine, 1980).
Keadaan lapangan pengukuran merupakan salah satu pertimbangan untuk menentukan jumlah jalur poligon cabang maupun sipat datar yang harus dibuat (Moffit, 1980).
Pada suatu garis pengukuran dengan titik–titik mula dan titik–titik akhir sudah kita ketahui, kita mengukur semua titik yang ingin kita ketahui siku–siku pada garis pengukuran (pengukuran orthogonal). Pengukuran dilakukan dari satu posisi alat ukur (kedudukan alat ukur) sudut. Banyak titik yang dapat diukur dari satu posisi titik alat ukur yang dalam pengukuran biasanya menggunakan theodolit, baik digital maupun manual. Metode pengukuran banyak titik dari satu posisi alat ukur dinamakan metode koordinat polar. Metode ini dapat dipakai di lapangan yang cukup curam yang karena kecuramannya pengukuran dengan pita ukur tidak mungkin dilakukan dan ketelitiannya kurang. Metode pengukuran dengan koordinat polar ini dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan suatu tempat yang memiliki keadaan alam yang bertopografi berbeda-beda. Pengukuran ini dilakukan untuk memetakan suatu tempat secara detail dengan membuat garis–garis jarak yang dihubungkan pada posisi stasiun (tempat alat). Dengan menghubungkan titik–titik yang diukur dengan suatu posisi alat ukur dengan titik–titik yang diukur dari posisi alat lainnya maka dapatlah digambarkan keadaan suatu tempat pada peta (Subagio, 2003).
Penggambaran umumnya dilakukan empat tahapan, yaitu menggambar kerangka dasar dengan menggunakan sistem koordinat kartesius dan menghsilkan gambar titik ikat, nomor titik ikat, ketinggiannya serta garis penghubung antar titik ikat tersebut secara berurutan. Penggambaran ini dilakukan di atas kertas millimeter block. Tahap kedua adalah plotting titik detail dengan menggunakan sistem grafis, yaitu menggunakan argumen jarak, sudut jurusan, dan beda tinggi antara titik ikat dengan titik detail yang bersangkutan. Tahap selanjutnya adalah menarik garis kontur yang didapat dari besaran bilangan skala yang ditentukan. Setelah semuanya selesai, maka hasil gambar ukur tersebut disalin ke atas kertas kalkir (Sinaga, 1992). Peta dengan skala besar sering dinamakan peta kadaster. Peta ini hanya menunjukkan batas–batas suatu tempat yang berupa benda, misalnya pagar, dinding pembatas, dan lain–lain. Batas yang digunakan yang berupa benda tidak selalu batas yang sah. Dalam pengukuran di lapangan sering terdapat rintangan yang menghalangi terlaksananya pengukuran. Hal ini menyebabkan kurang akuratnya data hasil pengukuran yang diperoleh. Rintangan pada pengukuran di lapangan adalah berupa bukit–bukit kecil, pohon, sungai, lintasan jalan kereta api, atau bangunan. Benda–benda seperti ini diusahakan untuk dihindarkan agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat sesuai dengan keadaan lapangan. Peta harus memiliki garis tepi yang relatif lebih tebal daripada semua garis lainnya. Ini akan sangat menunjang penampilan dari peta tersebut (Abidin, 2001).
Dalam pengukuran batas sering terdapat kesalahan yang dilakukan oleh pengamat maupun yang terjadi karena kerusakan alat sehingga menghasilkan pengukuran yang tidak sesuai dengan keadaan lapangan. Kesalahan dalam pengukuran antara lain :
1.Kesalahan besar
Bacaan rambu yang salah, penggunaan benang silang yang salah, pencatatan yang salah, dan penulisan yang salah atau tidak ditulis.
2.Kesalahan tetap
Tidak vertikalnya rambu, kesalahan kolimasi pada rambu, dan kesalahan penskalaan.
3.Kesalahan acak
Pengaruh angin dan suhu tanah, titik tukar dan kesalahan pengamat. (Sasrodarsono, 1992
Pemanfaatan Pala sebagai Tanaman Obat Tradisional
PENDAHULUAN
Hasil hutan non kayu adalah semua hasil hutan berupa benda atau bahan biologis dan jasa yang berasal dari hutan selain hasil berupa kayu atau produk dari kayu. Hasil hutan non kayu ini dapat berupa resin, minyak atsiri, lemak, tanin dan getah, tanaman obat, rotan, bambu, hasil hewan dan jasa hutan lainnya. Kata kunci yang digunakan dalam pengertian hasil hutan non kayu ini adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hasil hutan non kayu yang cukup beragam. Salah satu jenis hasil hutan non kayu yang banyak terdapat di Indonesia adalah tanaman obat. Tanamn obat di Indonesia banyak ragamnya, mulai dari penggunaan akar atau rimpang, batang, kulit kayu, daun, buanga, buah, biji, kulit buah, dll.
Dalam makalah ini, contoh tanaman obat yang merupakan salah satu hasil hutan non kayu adalah pala (Myristica fragrans ). Pala [Myristica fragrans Houtt] merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi, di samping berjenis-jenis komoditi pertanian ekonomis lainnya.
Kegunaan pala sebagai hasil hutan yang bernilai ekonomis, ternyata tanaman ini digunakan juga oleh masyarakat sebagi bahan pembutan obat tradisional. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang hingga saat ini masih melestarikan budaya nenek moyangnya terhadap pembuatan ramuan obat tradisional.
Pengobatan menggunakan ramuan herbal tidak mempunyai efek samping, tetapi dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk kesembuhan suatu penyakit. Ketepatan dosis dan aturan pakai pun sangat mutlak dipatuhi untuk memaksimalkan khasiat tanaman atau tumbuhan yang digunakan dalam terapi herbal.
Pengobatan dengan menggunakan tanaman obat relatif murah. Tanaman tersebut dapat diperoleh di sekitar kita atau menanam sendiri. Membelinya juga mudah karena sekarang telah berdiri toko obat khusus yang menjual ramuan herbal atau di pasar-pasar tradisional. Telah banyak penyakit dari ringan sampai berat dapat diatasi tanaman obat.
ISI
A.Morfologi Pala (Myristica fragrans)
Pala ( Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman daerah tropic yang memiliki 200 species, dan seluruhnya tersebar di daerah tropis. Dalam keadaan pertumbuhan yang normal, tanaman pala memiliki mahkota rindang, dengan tinggi batang 10 - 18 m. Mahkota pohonnya meruncing ke atas, dengan bahagian paling atasnya agak bulat serta ditumbuhi daunan yang rapat. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya 5 - 15 cm, lebar 3 - 7 cm dengan panjang tangkai daun 0,7 -1,5 cm.
Klasifikasi tanaman pala:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans
Tanaman pala termasuk golongan tanaman berjenis kelamin tunggal, meskipun terdapat pula tanaman berjenis kelamin ganda. Berumah dua, yang memiliki perbedaan yang jelas antara pohon betina dan pohon jantan. Tanaman pala betina di tandai dengan pertumbuhan cabangnya secara horizontal (mendatar), sedangkan tanaman pala jantan di tandai dengan cabang-cabangnya yang mengarah ke atas membuat sudut lancip dengan batangnya.
Keterangan:
A = Pohon pala betina, yang ditandai dengan pertumbuhan
Cabangnya secara horizontal (mendatar).
B = Pohon pala jantan, ditandai dengan cabang-cabangnya yang
mengarah ke atas membuat sudut lancip dengan batangnya.
Di samping tanaman pala jantan dan betina, terdapat pula yang campuran dimana tanaman jantan akan dapat menghasilkan bunga betina, tetapi jarang terjadi tanaman betina berbunga jantan.
Tanaman pala memiliki buah berbentuk bulat, berwarna hijau kekuning-kuningan buah ini apabila masak terbelah dua. Garis tengah buah berkisar antara 3 -9 cm, daging buahnya tebal dan asam rasanya. Biji berbentuk lonjong sampai bulat, panjangnya berkisar antara 1,5 - 4,5 cm dengan lebar 1- 2,5 cm. Kulit biji berwarna coklat dan mengkilat pada bagian luarnya. Kernel biji berwarna keputih-putihan sedangkan fulinya berwarna merah gelap dan kadang-kadang putih kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala.
B.Jenis-Jenis Pala di Indonesia
Myristica fragrans Houtt, Myristica argentea Ware, dan Myristica fattua Houtt adalah jenis-jenis pala yang dianggap penting karena bernilai ekonomis, sehingga jenis-jenis inilah yang banyak diusahakan. Jenis-jenis pala lainnya yang kurang/tidak bernilai ekonomis sehingga jarang diusahakan, antara lain : Myristica malabarica Lam, Myristica specioca Ware, Myristica sucedona 81 dan lain-lainnya.
a. Myristica fragrans Houtt.
Para petani pala kebanyakan menyebutnya sebagai pala asli, jenis ini merupakan jenis umum yang diusahakan di Indonesia. Penyebarannya yang merata ini disebabkan karena pala yang dihasilkan baik dalam bentuk biji maupun fuli, memiliki mutu yang tinggi, karenanya jenis inilah yang paling banyak diminta pasar dunia. Dari jenis ini dikenal pula jenis- jenis pala daerah antara lain:
- Pala Raja, fulinya cukup tebal dengan biji kecil.
- Pala Meraya, buahnya merangkai-rangkai, tetapi jenis ini sudah
sangat langka.
- Pala Bui, bentuk bijinya bulat panjang, berasal dari pohon campuran.
- Pala Pencuri, kulit biji tidak rata dan fulinya tidak menutup buah.
- Pala Holland, dikenal pula dengan nama pala putih karena warna fulinya putih. Fuli ini akan berubah warnanya menjadi kuning setelah di jemur.
b. Myristica argentea Ware.
Jenis pala ini banyak dijumpai di Irian Jaya, tinggi pohonnya mencapai 15 m dan dapat tumbuh pada ketinggian daerah 700 m di atas permukaan laut. Selain Irian Jaya, pala jenis ini juga terdapat di Seram dan beberapa daerah di sekitarnya. Fuli dari jenis ini disebut fuli liar, karena kualitasnya yang berbeda serta aroma kurang halus dibandingkan dengan pala jenis Myristica fragrans Houtt. Kandungan minyak etheris dari fulinya hanya 6,5%. Pala jenis ini terutama dihasilkan menjadi NUT MEG BUTTER. Pala jenis ini termasuk yang mendapat pasaran dalam perdagangan.
c. Myristica fattua Houtt.
Jenis pala ini di Maluku disebut pala jantan atau pala utan, di Pulau Jawa buahnya sering dipakai sebagai ramuan bahan jamu.
d. Myristica specioga Ware.
Banyak dijumpai di pulau Bacan, tidak ekonomis, karenanya tidak banyak diusahakan.
e. Myristica sucedona BL.
Pala jenis ini sering pula disebut pala Halmahera, tergolong pala eksport.
f. Myristica malabarica LAM.
Pala jenis ini berasal dari Malabar, bijinya lonjong, tidak memiliki aroma, karenanya tidak diperdagangkan.
C.Syarat Tumbuh
1.Kondisi Tempat Tumbuh
a.Tinggi Tempat
Tanaman pala, dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 - 700 meter di atas permukaan laut.
b.Tanah
Untuk dapat tumbuh baik, memerlukan :
- Lapisan atas top soil cukup dalam.
- Cukup tersedia unsur hara.
- Drainasenya baik.
- Udara dalam tanah cukup tersedia.
Tanaman pala juga akan tumbuh baik pada tanah yang berstruktur pasir sampai lempung dengan kandungan bahan organik tinggi. Pada tanah-tanah yang miskin, tanaman Pala juga dapat tumbuh baik apabila di imbangi dengan pemupukan dan perawatan yang baik.
2. Iklim Tempat Tumbuh
a. Suhu
Daerah-daerah penyebaran tanaman pala memiliki suhu yang tidak sama, yakni berkisar antara 18º C -34º C. Tanaman pala akan berkembang dengan baik di daerah tropis, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan dan produksi ±20º C sampai 30º C.
b. Curah hujan
Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi, tanpa adanya masa kering yang nyata. Pada daerah-daerah yang mempunyai kemiringan tajam dan curah hujan tinggi, perlu dibuat teras-teras untuk mempertahankan tingkat kesuburan tanahnya. Curah hujan yang baik bagi pertumbuhan tanaman pala ±2175 mm sampai 3550 mm/tahun.
c. Angin
Tanaman pala peka terhadap angin kencang, karenanya tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka tanpa tanaman pelindung. Angin yang bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan tanaman terganggu, malahan buah dan pucuk-pucuk tanaman akan jatuh berguguran. Untuk daerah-daerah yang tiupan anginnya sering keras, penanaman pohon penahan angin ditepi kebun sangat dianjurkan. Namun tanaman pelindung yang ditanam terlalu rapat, dapat menghambat pertumbuhan tanaman pala, karena adanya persaingan dalam mendapatkan unsur hara.
d.Ketersediaan Air
Tanaman pala peka terhadap genangan air, oleh karena itu sebaiknya pada areal pertanaman pala dibuat saluran pembuangan air yang baik. Walaupun demikian, untuk bulan-bulan kering, tanaman pala memerlukan air yang cukup, untuk itu tanah harus mempunyai ketersediaan air (water holding capacity) yang cukup. Adanya tanaman penutup tanah dan tanaman pelindung, dapat membantu
mengatasi ketersediaan air.
D.Manfaat Tanaman
Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik. Sebagai tanaman rempah-rempah, pala dapat menghasilkan minyak etheris dan lemak khusus yang berasal dari biji dan fuli. Biji pala menghasilkan 2 sampai 15 % minyak etheris dan 30 - 40 % lemak, sedangkan fuli menghasilkan 7 - 18 % minyak etheris dan 20 - 30 % lemak (fuli adalah arie yang berwarna merah tua dan merupakan selaput jala yang membungkus biji).
Daging buah pala dapat digunakan sebagai manisan atau asinan, biji dan fulinya bermanfaat dalam industri pembuatan sosis, makanan kaleng, pengawetan ikan dan lain-lainnya. Disamping itu minyak pala hasil penyulingan, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri sabun, parfum, obat-obatan dan sebagainya.
Gambar 4. Buah pala
1) Kulit batang dan daun
a.Batang/kayu pohon pala yang disebut dengan “kino” hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
b.Kulit batang dan daun tanaman pala menghasilkan minyak atsiri
2) Fuli
Fuli adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti anyaman pala, disebut “bunga pala”. Bunga pala ini dalam bentuk kering banyak dijual didalam negeri
3) Biji pala
a.Biji pala tidak pernah dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi sebagai rempah-rempah.
b.Buah pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa
nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-muntah
4) Daging buah pala
a.Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat jika telah diproses menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan pala,
marmelade, selai pala, Kristal daging buah pala.
E.Pemanfaatan Pala sebagai Tanaman Obat Tradisional
Sesuai dengan beberapa manfaat tanaman pala yang terdapat di atas, maka pala dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit, diantaranya penyakit reumatik, asam urat, disentri, maag, menceret, menghentikan muntah, mual, mulas, perut kembung, suara parau (penggunaan obat luar) dan insomnia pada anak-anak. Adapun beberapa ramuan obat tradisional yang menggunakan pala (Myristicum fragrans) sebagai bahan bakunya antara lain:
1.Maag
Ramuan:
Biji Pala (serbuk) 1 gram
Buah Pisang Batu (serbuk) 6 gram
Air 100 ml
Cara pernbuatan: diseduh.
Cara pemakaian: diminum 1 kali sekali 100 ml.
Lama pengobatan: diulang selama 30 hari.
2.Menghentikan Muntah dan Mulas
Ramuan:
Biji Pala (serbuk) 1 sendok teh
Garam sedikit
Air secukupnya
Cara pembuatan: diseduh.
Cara pemakaian: diminum bersama ampasnya.
3.Suara Parau (Serak)
Ramuan:
Biji Pala (serbuk) 2 butir
Rimpang Jahe (dikukur) 3 rimpang
Bunga Kuncup Cengkih (serbuk) 7 biji
Air 50 ml
Cara pembuatan: diseduh.
Cara pernakaian: diborehkan pada leher; bila perlu, ditambah minyak kayu putih sedikit.
Lama pengobatan: diperbarui setiap 3 jam.
4.Asam Urat
Jahe merah 15 g
Kulit kayu manis 1 jari
Cengkeh 5 butir
Kapulaga 5 butir
Biji pala 5 g
Daun cocor bebek 4 g
Air 3 gelas
Cara pembuatan: direbus semua bahan sampai airnya tersisa ½ gelas kemudian disaring.
Peringatan: tidak dianjurkan penggunaan dengan takaran berlebihan.
PENUTUP
Kegunaan pala sebagai hasil hutan non kayu yang bernilai ekonomis, ternyata tanaman ini digunakan juga oleh masyarakat sebagai bahan pembutan obat tradisional. Penyebaran pala banyak terdapat di daerah Indonesia Bagian Timur, khususnya di Papua dan Maluku. Pala yang terdapat di Indonesia jenisnya cukup beragam dan memiliki nilai jual yang tinggi. Hingga saat ini pemasarnnya sampai ke luar negeri.
Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik. Inilah yang menjadi sumber pendapatan bagi petani pala (Myristica fragrans), khususnya yang ada di Indonesia bagian Timur.
Dalam pemanfaatannya sebagai obat tradisional, maka bagian pala yang paling banyak digunakan adalah buahnya. Seluruh bagian buahnya dapat dimanfaatkan. Mulai dari fuli, kulit buah, biji buah.sedangkan untuk penggunaan yang lainnya, seperti minyak atsiri dan kayu bakar, maka yang dapat digunakan adalah batang dan kulit batang dari tanaman pala ini.
Untuk pengobatan secara tradisional atau herbal, pala ini sangat baik digunakan. Namun penggunaannya dengan campuran ramuan lainnya. Beberapa penyakit yang dapat diobati dengan menggunakan bahan ramuan pala ini, antara lain: maag, asam urat, rematik, batuk atau serak, dan beberapa yang lainnya.
Pengobatan menggunakan ramuan herbal tidak mempunyai efek samping, tetapi dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk kesembuhan suatu penyakit. Untuk itu ketepatan dosis dan aturan pakai pun sangat mutlak dipatuhi untuk memaksimalkan khasiat tanaman atau tumbuhan yang digunakan dalam terapi herbal.
Penggunaan tanaman obat ini sebenarnya sudah diterapkan oleh nenek moyang dari zaman ke zaman denagn memanfaatkan hasil alam kita. Oleh karena itu mari kita lestarikan budaya tradisional kita dalam pemanfaatan hasil alam Indonesia untuk mensejahterakan kehidupan bangsa dan khususnya untuk kesehatan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2008. Tanamn
Hasil hutan non kayu adalah semua hasil hutan berupa benda atau bahan biologis dan jasa yang berasal dari hutan selain hasil berupa kayu atau produk dari kayu. Hasil hutan non kayu ini dapat berupa resin, minyak atsiri, lemak, tanin dan getah, tanaman obat, rotan, bambu, hasil hewan dan jasa hutan lainnya. Kata kunci yang digunakan dalam pengertian hasil hutan non kayu ini adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hasil hutan non kayu yang cukup beragam. Salah satu jenis hasil hutan non kayu yang banyak terdapat di Indonesia adalah tanaman obat. Tanamn obat di Indonesia banyak ragamnya, mulai dari penggunaan akar atau rimpang, batang, kulit kayu, daun, buanga, buah, biji, kulit buah, dll.
Dalam makalah ini, contoh tanaman obat yang merupakan salah satu hasil hutan non kayu adalah pala (Myristica fragrans ). Pala [Myristica fragrans Houtt] merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi, di samping berjenis-jenis komoditi pertanian ekonomis lainnya.
Kegunaan pala sebagai hasil hutan yang bernilai ekonomis, ternyata tanaman ini digunakan juga oleh masyarakat sebagi bahan pembutan obat tradisional. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang hingga saat ini masih melestarikan budaya nenek moyangnya terhadap pembuatan ramuan obat tradisional.
Pengobatan menggunakan ramuan herbal tidak mempunyai efek samping, tetapi dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk kesembuhan suatu penyakit. Ketepatan dosis dan aturan pakai pun sangat mutlak dipatuhi untuk memaksimalkan khasiat tanaman atau tumbuhan yang digunakan dalam terapi herbal.
Pengobatan dengan menggunakan tanaman obat relatif murah. Tanaman tersebut dapat diperoleh di sekitar kita atau menanam sendiri. Membelinya juga mudah karena sekarang telah berdiri toko obat khusus yang menjual ramuan herbal atau di pasar-pasar tradisional. Telah banyak penyakit dari ringan sampai berat dapat diatasi tanaman obat.
ISI
A.Morfologi Pala (Myristica fragrans)
Pala ( Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman daerah tropic yang memiliki 200 species, dan seluruhnya tersebar di daerah tropis. Dalam keadaan pertumbuhan yang normal, tanaman pala memiliki mahkota rindang, dengan tinggi batang 10 - 18 m. Mahkota pohonnya meruncing ke atas, dengan bahagian paling atasnya agak bulat serta ditumbuhi daunan yang rapat. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya 5 - 15 cm, lebar 3 - 7 cm dengan panjang tangkai daun 0,7 -1,5 cm.
Klasifikasi tanaman pala:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans
Tanaman pala termasuk golongan tanaman berjenis kelamin tunggal, meskipun terdapat pula tanaman berjenis kelamin ganda. Berumah dua, yang memiliki perbedaan yang jelas antara pohon betina dan pohon jantan. Tanaman pala betina di tandai dengan pertumbuhan cabangnya secara horizontal (mendatar), sedangkan tanaman pala jantan di tandai dengan cabang-cabangnya yang mengarah ke atas membuat sudut lancip dengan batangnya.
Keterangan:
A = Pohon pala betina, yang ditandai dengan pertumbuhan
Cabangnya secara horizontal (mendatar).
B = Pohon pala jantan, ditandai dengan cabang-cabangnya yang
mengarah ke atas membuat sudut lancip dengan batangnya.
Di samping tanaman pala jantan dan betina, terdapat pula yang campuran dimana tanaman jantan akan dapat menghasilkan bunga betina, tetapi jarang terjadi tanaman betina berbunga jantan.
Tanaman pala memiliki buah berbentuk bulat, berwarna hijau kekuning-kuningan buah ini apabila masak terbelah dua. Garis tengah buah berkisar antara 3 -9 cm, daging buahnya tebal dan asam rasanya. Biji berbentuk lonjong sampai bulat, panjangnya berkisar antara 1,5 - 4,5 cm dengan lebar 1- 2,5 cm. Kulit biji berwarna coklat dan mengkilat pada bagian luarnya. Kernel biji berwarna keputih-putihan sedangkan fulinya berwarna merah gelap dan kadang-kadang putih kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala.
B.Jenis-Jenis Pala di Indonesia
Myristica fragrans Houtt, Myristica argentea Ware, dan Myristica fattua Houtt adalah jenis-jenis pala yang dianggap penting karena bernilai ekonomis, sehingga jenis-jenis inilah yang banyak diusahakan. Jenis-jenis pala lainnya yang kurang/tidak bernilai ekonomis sehingga jarang diusahakan, antara lain : Myristica malabarica Lam, Myristica specioca Ware, Myristica sucedona 81 dan lain-lainnya.
a. Myristica fragrans Houtt.
Para petani pala kebanyakan menyebutnya sebagai pala asli, jenis ini merupakan jenis umum yang diusahakan di Indonesia. Penyebarannya yang merata ini disebabkan karena pala yang dihasilkan baik dalam bentuk biji maupun fuli, memiliki mutu yang tinggi, karenanya jenis inilah yang paling banyak diminta pasar dunia. Dari jenis ini dikenal pula jenis- jenis pala daerah antara lain:
- Pala Raja, fulinya cukup tebal dengan biji kecil.
- Pala Meraya, buahnya merangkai-rangkai, tetapi jenis ini sudah
sangat langka.
- Pala Bui, bentuk bijinya bulat panjang, berasal dari pohon campuran.
- Pala Pencuri, kulit biji tidak rata dan fulinya tidak menutup buah.
- Pala Holland, dikenal pula dengan nama pala putih karena warna fulinya putih. Fuli ini akan berubah warnanya menjadi kuning setelah di jemur.
b. Myristica argentea Ware.
Jenis pala ini banyak dijumpai di Irian Jaya, tinggi pohonnya mencapai 15 m dan dapat tumbuh pada ketinggian daerah 700 m di atas permukaan laut. Selain Irian Jaya, pala jenis ini juga terdapat di Seram dan beberapa daerah di sekitarnya. Fuli dari jenis ini disebut fuli liar, karena kualitasnya yang berbeda serta aroma kurang halus dibandingkan dengan pala jenis Myristica fragrans Houtt. Kandungan minyak etheris dari fulinya hanya 6,5%. Pala jenis ini terutama dihasilkan menjadi NUT MEG BUTTER. Pala jenis ini termasuk yang mendapat pasaran dalam perdagangan.
c. Myristica fattua Houtt.
Jenis pala ini di Maluku disebut pala jantan atau pala utan, di Pulau Jawa buahnya sering dipakai sebagai ramuan bahan jamu.
d. Myristica specioga Ware.
Banyak dijumpai di pulau Bacan, tidak ekonomis, karenanya tidak banyak diusahakan.
e. Myristica sucedona BL.
Pala jenis ini sering pula disebut pala Halmahera, tergolong pala eksport.
f. Myristica malabarica LAM.
Pala jenis ini berasal dari Malabar, bijinya lonjong, tidak memiliki aroma, karenanya tidak diperdagangkan.
C.Syarat Tumbuh
1.Kondisi Tempat Tumbuh
a.Tinggi Tempat
Tanaman pala, dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 - 700 meter di atas permukaan laut.
b.Tanah
Untuk dapat tumbuh baik, memerlukan :
- Lapisan atas top soil cukup dalam.
- Cukup tersedia unsur hara.
- Drainasenya baik.
- Udara dalam tanah cukup tersedia.
Tanaman pala juga akan tumbuh baik pada tanah yang berstruktur pasir sampai lempung dengan kandungan bahan organik tinggi. Pada tanah-tanah yang miskin, tanaman Pala juga dapat tumbuh baik apabila di imbangi dengan pemupukan dan perawatan yang baik.
2. Iklim Tempat Tumbuh
a. Suhu
Daerah-daerah penyebaran tanaman pala memiliki suhu yang tidak sama, yakni berkisar antara 18º C -34º C. Tanaman pala akan berkembang dengan baik di daerah tropis, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan dan produksi ±20º C sampai 30º C.
b. Curah hujan
Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi, tanpa adanya masa kering yang nyata. Pada daerah-daerah yang mempunyai kemiringan tajam dan curah hujan tinggi, perlu dibuat teras-teras untuk mempertahankan tingkat kesuburan tanahnya. Curah hujan yang baik bagi pertumbuhan tanaman pala ±2175 mm sampai 3550 mm/tahun.
c. Angin
Tanaman pala peka terhadap angin kencang, karenanya tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka tanpa tanaman pelindung. Angin yang bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan tanaman terganggu, malahan buah dan pucuk-pucuk tanaman akan jatuh berguguran. Untuk daerah-daerah yang tiupan anginnya sering keras, penanaman pohon penahan angin ditepi kebun sangat dianjurkan. Namun tanaman pelindung yang ditanam terlalu rapat, dapat menghambat pertumbuhan tanaman pala, karena adanya persaingan dalam mendapatkan unsur hara.
d.Ketersediaan Air
Tanaman pala peka terhadap genangan air, oleh karena itu sebaiknya pada areal pertanaman pala dibuat saluran pembuangan air yang baik. Walaupun demikian, untuk bulan-bulan kering, tanaman pala memerlukan air yang cukup, untuk itu tanah harus mempunyai ketersediaan air (water holding capacity) yang cukup. Adanya tanaman penutup tanah dan tanaman pelindung, dapat membantu
mengatasi ketersediaan air.
D.Manfaat Tanaman
Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik. Sebagai tanaman rempah-rempah, pala dapat menghasilkan minyak etheris dan lemak khusus yang berasal dari biji dan fuli. Biji pala menghasilkan 2 sampai 15 % minyak etheris dan 30 - 40 % lemak, sedangkan fuli menghasilkan 7 - 18 % minyak etheris dan 20 - 30 % lemak (fuli adalah arie yang berwarna merah tua dan merupakan selaput jala yang membungkus biji).
Daging buah pala dapat digunakan sebagai manisan atau asinan, biji dan fulinya bermanfaat dalam industri pembuatan sosis, makanan kaleng, pengawetan ikan dan lain-lainnya. Disamping itu minyak pala hasil penyulingan, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri sabun, parfum, obat-obatan dan sebagainya.
Gambar 4. Buah pala
1) Kulit batang dan daun
a.Batang/kayu pohon pala yang disebut dengan “kino” hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
b.Kulit batang dan daun tanaman pala menghasilkan minyak atsiri
2) Fuli
Fuli adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti anyaman pala, disebut “bunga pala”. Bunga pala ini dalam bentuk kering banyak dijual didalam negeri
3) Biji pala
a.Biji pala tidak pernah dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi sebagai rempah-rempah.
b.Buah pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa
nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-muntah
4) Daging buah pala
a.Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat jika telah diproses menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan pala,
marmelade, selai pala, Kristal daging buah pala.
E.Pemanfaatan Pala sebagai Tanaman Obat Tradisional
Sesuai dengan beberapa manfaat tanaman pala yang terdapat di atas, maka pala dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit, diantaranya penyakit reumatik, asam urat, disentri, maag, menceret, menghentikan muntah, mual, mulas, perut kembung, suara parau (penggunaan obat luar) dan insomnia pada anak-anak. Adapun beberapa ramuan obat tradisional yang menggunakan pala (Myristicum fragrans) sebagai bahan bakunya antara lain:
1.Maag
Ramuan:
Biji Pala (serbuk) 1 gram
Buah Pisang Batu (serbuk) 6 gram
Air 100 ml
Cara pernbuatan: diseduh.
Cara pemakaian: diminum 1 kali sekali 100 ml.
Lama pengobatan: diulang selama 30 hari.
2.Menghentikan Muntah dan Mulas
Ramuan:
Biji Pala (serbuk) 1 sendok teh
Garam sedikit
Air secukupnya
Cara pembuatan: diseduh.
Cara pemakaian: diminum bersama ampasnya.
3.Suara Parau (Serak)
Ramuan:
Biji Pala (serbuk) 2 butir
Rimpang Jahe (dikukur) 3 rimpang
Bunga Kuncup Cengkih (serbuk) 7 biji
Air 50 ml
Cara pembuatan: diseduh.
Cara pernakaian: diborehkan pada leher; bila perlu, ditambah minyak kayu putih sedikit.
Lama pengobatan: diperbarui setiap 3 jam.
4.Asam Urat
Jahe merah 15 g
Kulit kayu manis 1 jari
Cengkeh 5 butir
Kapulaga 5 butir
Biji pala 5 g
Daun cocor bebek 4 g
Air 3 gelas
Cara pembuatan: direbus semua bahan sampai airnya tersisa ½ gelas kemudian disaring.
Peringatan: tidak dianjurkan penggunaan dengan takaran berlebihan.
PENUTUP
Kegunaan pala sebagai hasil hutan non kayu yang bernilai ekonomis, ternyata tanaman ini digunakan juga oleh masyarakat sebagai bahan pembutan obat tradisional. Penyebaran pala banyak terdapat di daerah Indonesia Bagian Timur, khususnya di Papua dan Maluku. Pala yang terdapat di Indonesia jenisnya cukup beragam dan memiliki nilai jual yang tinggi. Hingga saat ini pemasarnnya sampai ke luar negeri.
Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik. Inilah yang menjadi sumber pendapatan bagi petani pala (Myristica fragrans), khususnya yang ada di Indonesia bagian Timur.
Dalam pemanfaatannya sebagai obat tradisional, maka bagian pala yang paling banyak digunakan adalah buahnya. Seluruh bagian buahnya dapat dimanfaatkan. Mulai dari fuli, kulit buah, biji buah.sedangkan untuk penggunaan yang lainnya, seperti minyak atsiri dan kayu bakar, maka yang dapat digunakan adalah batang dan kulit batang dari tanaman pala ini.
Untuk pengobatan secara tradisional atau herbal, pala ini sangat baik digunakan. Namun penggunaannya dengan campuran ramuan lainnya. Beberapa penyakit yang dapat diobati dengan menggunakan bahan ramuan pala ini, antara lain: maag, asam urat, rematik, batuk atau serak, dan beberapa yang lainnya.
Pengobatan menggunakan ramuan herbal tidak mempunyai efek samping, tetapi dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk kesembuhan suatu penyakit. Untuk itu ketepatan dosis dan aturan pakai pun sangat mutlak dipatuhi untuk memaksimalkan khasiat tanaman atau tumbuhan yang digunakan dalam terapi herbal.
Penggunaan tanaman obat ini sebenarnya sudah diterapkan oleh nenek moyang dari zaman ke zaman denagn memanfaatkan hasil alam kita. Oleh karena itu mari kita lestarikan budaya tradisional kita dalam pemanfaatan hasil alam Indonesia untuk mensejahterakan kehidupan bangsa dan khususnya untuk kesehatan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2008. Tanamn
Langganan:
Postingan (Atom)